Selasa, 19 Juni 2012

MARKIDOR



Markidor, Mari Kita Donor.

Hahaha. Maksa. Bodoamat.

Jadi, kemarin jumat nih ceritanya saya habis donor darah di PMI Surabaya di Jalan Embong Ploso.

Kenapa saya mau bersakit-sakit ria dengan menyedot sekantong “es teh jumbo” darah segar saya? Karena sesungguhnya, konon, donor darah punya beberapa manfaat yang baik bagi kesehatan tubuh.



Setelah di donor, tubuh kita akan kehilang sekantong darah kan? Jangan panik! Dengan hilangnya sebagian sel darah merah kita, maka, sumsum tulang belakang kita segera membuatkan tubuh kita darah-darah baru nan segar. (Semoga benar, kayaknya sih dulu pelajaran Biologi begitu) :p

Selain itu, saat mendonorkan doroh, konon kita bisa mendeteksi dini penyakit-penyakit yang berbahayah *pake h*

Setelah darah kita disedot, si PMI akan memproses darah kita dulu, jadi kayaknya ngga asal di-distribusikan begitu saja. Dicek dulu, apakah darah tersebut mengandung penyakit HIV, Malaria, Sifilis, Hepatitis B, dsb.

Dulu pas donor di sekolah saya (SMA 1 Gresik) salah seorang teman pernah bilang, “Kalo kamu mau tau hasil pemeriksaan darahmu, bisa tanya ke PMI” tapi saya nggak pernah tanya-tanya sampai sekarang. Sudah saya relakan darah itu mengalir ke pembuluh nadi orang lain. Biarlah. Toh saya belum merasa ada symptoms sifilis di saya. *yaeyalaaah  --“

Manfaat lain dilihat dari perspektif kesehatan tentulah masih ada lagi. Tapi karna saya anak ekonomi, bukan kedokteran jadi saya kurang begitu menguasyai.

Barangkali, donor darah dapat kita sebut pula dengan bershodaqoh (semoga pak ustadz setuju). Gini deh, bershodaqoh kan memberikan apa yang kita miliki, lha wong ngasih senyum manis ke orang lain aja disebut shodaqoh, masak ngasih darah hampir setengah liter enggak? Siapa yang bilang enggak?

Jadi, untuk anak-anak kost sekalian yang uangnya pas-pasan (saya tidak curhat, kok. Serius.) mendonorkan darah menjadi cara shodaqoh yang efektif, karna kita bisa berbuat baik tanpa perlu mengurangi uang jajan. Jenius toh? Kurang jenius apa, coba? 

Dengan banyak shodaqoh, insyaAllah hidupmu akan lebih bahagia, saudara-saudara. Semoga.


Intinya sih ya.. MARKIDOR!



Oia, ini penting. Barangkali kalian mendadak terlalu bersemangat untuk mengunduh pundi-pundi pahala lewat donor darah lalu kemudian mendonorkan darah setiap senin-kamis, no-no! You can’t, karena mendonorkan darah ada aturannya, mamen.. Cukup 3 (tiga) bulan sekali. Tapi jika tetep mau seminggu dua kali, ya monggo. Saya sama sekali tidak melarang. Kasih tau saya nanti gimana hasilnya, ya?

Sebenernya sudah mau closing tulisan ini dengan kalimat mahamulia: “Yuk donor darah!” tapi tiba-tiba inget kejadian yang hari jumat kemarin itu sama dua kawan saya: Dewi dan Dhira.

Jadi kan, kami bertiga makan siang di sebuah tempat di daerah ngagel, sebut saja G*tr*. Pake dua motor, saya dan Dhira, Dewi sendirian. Si dua ekor orang teman saya ini juga lagi pada berniat mulia mau ikutan donor. Saya bilang ke Dewi (dia belum pernah ke PMI Surabaya), “Nanti habis jalan Pemuda, belok kiri, sampe di Bambu Runcing belok kiri ke jalan Embong Ploso, yang ada Goethe (tempat Les Bahasa Jerman).”.
Dhira: “Depannya Hoky?”.
Saya: “Iya, depannya Hoky”.
Dewi: “O..”
*Hoky = toko buah terkenal*

Sekitar jam 3, saya dan Dhira sudah di PMI. Sangat sepi. Mungkin karna sudah sore.

Tips: sebaiknya donor pagi-siang, karena kalo sore persediaan roti-nya sudah habis, jadi Cuma dapat biskuat. Yah, kalo mau sih, makan aja Biskuat-nya. Biar jadi MACAN! (Manusia Cantik? Hahaha. Absurd. Lupakan. Ga penting).

Ngisi formulir. Untuk yang sudah pernah donor, ambilnya formulir putih, untuk yang pertama kali semacam Dhira, ambilnya form biru. Si Dhira belum kelar mengisi form ketika Bapak-Bapak yang jaga loket bilang: “Mbak berat badanmu berapa? Timbang dulu. Kecil gitu”. (Maaf, saya sudah agak lupa kalimat tepatnya).
Saya kemudian menepuk-nepuk bahunya. Menyuruhnya untuk tabah karena dia terlalu kurus untuk donor. (Apa’an sih? Drama banget!)

FYI, jadi minimum berat badan untuk donor adalah 46 kilogram.

Saya masuk ke ruang tunggu. Lalu cek golongan darah (padahal di kartu saya sudah jelas-jelas ada tulisan 0+ cukup besar) dan cek kadar Hb. Lalu masuk ke ruangan tensi darah. Jadi tangan saya dimasukin ke sebuah alat yang ‘mencengkeram’ lengan dengan agak sakit lalu angka digital muncul menunjukkan tekanan darah. Sedikit agak modern, jadi nggak perlu dibebal-bebal lalu dipompa-pompa kayak tensimeter biasa. Setelahnya kita harus mencuci lengan kita dengan sabun di westafel yang berada di sebelah pintu masuk ruang pendonoran.

Eh, pas saya lagi ngeringin lengan (Ya, mencuci lengan, bukan tangan) si Dewi datang. Disamperin Dhira.

Di tempat pendonoran.
Si mbak-mbak berambut rebondingan meraba-raba nadi di lengan kiri saya.
Cukup lama. Nampaknya lemak di badan saya terlalu banyak, jadi dia gagal dan memanggil petugas yang lebih tua, minta tolong untuk mencarikan nadi saya. Voila! Dia langsung saja menusukkan jarum segedhe jarum kasur ke lengan.

NB: Pemilihan petugas yang benar dapat memengaruhi lengan anda. Dulu, saya pernah dapat petugas yang agak ngeselin. Beberapa kali dia menusuk lengan saya dengan jarum gedhe itu dan gagal menemukan nadi, jadi setelah ditusuk ternyata tidak ada darah yang mengalir. Hasilnya, setelah donor, lengan saya bengkak dan ada semburat keunguan. Sial.

Tak lama, si Dewi dan Dhira datang ‘menjenguk’ sambil ketawa-ketawa.
Ternyata, Dewi (juga) gagal donor darah karna Hb-nya rendah. Makan rawon terus sih dia, makanya kurang gizi :p

Dan kenapa Dewi datangnya lama? Karena dia kesasar. Muahahahaha. Untungnya sepi, Cuma ada cowok di depan saya dan seorang bapak di sebelah kiri, jadi kami bebas ketawa-ketawa.

Penemuan saya: saat anda ketawa-ketawa pas lagi donor, aliran darah anda akan semakin lancar jadi nggak kerasa udah sekantong aja. Dan Dhira shock lihat darah yang diambil ternyata segitu banyak. Sebelumnya di atas motor dia tanya: “Nanti diambilnya seberapa banyak, Cik?”, saya jawab: “Sekantong es teh”. Bener kan? Malah kalo plastiknya gedhe, sekantong es teh bisa lebih dari setengah liter loh :p

Sebentar, saya mulai kehilangan fokus. Tadi itu niat baiknya mau melakukan persuasi untuk donor darah, kenapa malah jadi nulis random gini?

Yasudah. Terlanjur.

Sincerely,
Salam, markidor!
Salam buat Chris Martin-nya Coldplay, terima kasih telah mengiringi penulisan ini dengan suaranya yang okeh!



*gambar dicomot dari google*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

...aku

Foto saya
Gresik, Jawa Timur, Indonesia
ex-mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga